KOLEKSI SAHABAT_ISLAM (KLIK SAHAJA)

DARI PENA SAHABAT_ISLAM


Salam Ukhuwah dari sahabat_Islam

Untuk Pengetahuan Semua tujuan blog ini diwujudkan adalah sekadar berkongsi sedikit ilmu,pengalaman dan idea kepada sahabat-sahabat sekalian.Mudah mudahan percambahan pemikiran dan luasnya pengalaman sahabat-sahabat sekalian dapat dikongsikan disini.
Apa yang diharapkan adalah blog ini mampu menjadi sebahagian daripada koleksi ilmiah yang mampu memberikan manfaat kepada sahabat-sahabat sekalian walaupun hanya sedikit.Apa yang ingin ditegaskan disini adalah sekiranya apa jua isi kandungan blog ini dilihat menyimpang dari 4 sumber syara' yang telah disepakati maka sahabat-sahabat sekalian wajiblah menolaknya.Andai ianya bertepatan dengan syara' maka manfaatkanlah.
Janganlah melihat kepada siapa yang berkata akan tetapi lihatlah kepada apa yang dikatakan olehnya.andai ianya benar menurut pandangan syara' maka benarlah juga menurut pandangan kita.Mudah mudahan islam menjadi perkara teras dalam kehidupan kita dan segala penyimpangan darinya mampu kita jauhi.Tiada apa yg terbaik melainkan mengikuti semua perintah Allah dan rasulnya tanpa mengurangi dan menambahnya walaupun sedikit.

wallahu a'lam..

ADIK DAN PALESTIN..

ADIK DAN PALESTIN..
Karya yang hebat..Semoga ianya menjadi peringatan kepada kita semua yang darah saudara kita bukan murah..Ya Allah semoga kaum muslimin sedar akan tanggungjawab mereka..

NUR AMANA..MUSNAH KERANA CINTA

NUR AMANA..MUSNAH KERANA CINTA
Sebuah Cerpen Hebat..Semoga Allah Memberikan yang terbaik kepada Penulisnya.. Seorang Gadis manis yang punya didikan agama musnah dek kerana sistem sekuler yang bermaharajalela..

CERPEN:"Serikandi Agama Mujahidah sejati"

CERPEN:"Serikandi Agama Mujahidah sejati"
Bingkisan Kecil Buat pengunjung Blog sahabat_islam.Semoga akan lahir mujahid dan mujahidah sejati daripada serikandi agama yang Kukuh Akidahnya,mantap ukhuwahnya dan Hebat perjuangannya

Khamis, Oktober 23, 2008

FIQIH SUNNAH

Antara Tafsîr Dan Ta’wîl



Konsep tafsir dan takwil sangat perlu diketahui oleh umat Islam,sebab al-Qur’an adalah pedoman hidup yang tidak mungkin difahami kecuali dengan tafsir dan takwil. Dengan memahami konsep kedua-duanya,umat sudah pasti akan dapat mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupan.Di samping itu,umat akan dapat menilai dengan kritis diantara tafsir dan takwil yang sahih dan yang tidak.Sebab,kebiasaannya atas nama “tafsir”, segelintir pihak tertentu menularkan pemahamannya yang keliru mengenai ayat al-Qur’an.Mereka berselindung di sebaliknya agar tidak dinilai salah atau sesat, misalnya dengan mengatakan bahwa “al-Qur’an” memang mutlak benar, tetapi “tafsir al-Qur’an” adalah relatif dan nisbi.Fiqih Sunnah kali ini bertujuan untuk menelaah konsep tafsir dan takwil yang terdapat dalam sejumlah kitab ushul dan tafsir; yang mencakupi persoalan definisi dan contoh-contohnya,ruang lingkup takwil,syarat-syarat takwil, serta beberapa hal lain yang berkaitan.

Definisi Tafsîr Dan Ta’wîl:

Tafsir (tafsîr) dan takwil (ta’wîl) menurut ulama mutaqaddimin (terdahulu),seperti Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H), maknanya sama, sedangkan menurut ulama muta’akhirin (terkemudian), seperti Az-Zarkasyi (w. 794 H), pengertian keduanya adalah berbeza (Ash-Shabuni, 1983:66; Al-Hasan, 1983:139-140).
Menurut Az-Zarkasyi (Al-Burhân, II/164), pendapat yang tepat ialah yang membezakan keduanya.Istilah tafsir difahami lebih umum daripada takwil.Jika disebut istilah tafsir,maka ia bermakna umum sebagai penjelasan ayat al-Qur’an (bayân ayat al-Qur’ân)sehingga takwil termasuk ke dalamnya. Menurut pengertian bahasa, tafsir (tafsîr) berasal dari akar kata fasara,yang berarti menjelaskan (al-bayân) dan menyingkapkan (al-kasyf) (As-Suyuthi, Al-Itqân, I/173),atau menampakkan (al-izh-hâr) (Az-Zarkasyi, Al-Burhân, II/162). Sedangkan menurut istilah, ada banyak definisi. Menurut As-Suyuthi (w. 911 H) dengan mengutip dari Az-Zarkasyi, tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw untuk menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya, dengan bantuan ilmu lughah (kosakata),nahwu,sorof,ilmu bayan,ushul fikh,dan ilmu qirâ’ât (bacaan al-Qur’an).
Selain itu, diperlukan juga pengetahuan asbâb an-nuzûl, serta nâsikh dan mansûkh (As-Suyuthi, Al-Itqân, I/174; Al-Husaini, Zubdah Al-Itqân, hlm. 146).Menurut Al-Baghdadi (1988: 15-16),definisi ini belum mencakup (jâmi’).Karena itu, menurut Al-Baghdadi, definisi tafsir yang lebih tepat adalah: ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Muhammad Saw dengan menggunakan pengetahuan bahasa Arab (menurut makna bahasa maupun makna syariatnya)dan as-Sunnah,baik untuk memahami pengertian kata(lafazh)mahupun susunan kalimahnya(tarkîb al-jumal), yang berkaitan dengan akidah, syariat, dan adab, kemudian mengggali (istinbâth) hukum untuk memecahkan berbagai permasalahan di setiap tempat dan waktu.
Adapun takwil (ta’wîl), secara bahasa berasal dari akar kata awl, yang berarti kembali ke asal (ar-rujû’) (As-Suyuthi, Al-Itqân, I/173), atau akibat (al-‘aqîbah) dan kesudahan (al-mashîr) (Az-Zarkasyi, Al-Burhân, II/164).
Namun,menurut Az-Zarqani,makna bahasa yang paling masyhur untuk takwil adalah sinonim dengan tafsir, yaitu menjelaskan (bayân) (Manâhil al-’Irfân, II/4). Sedangkan secara istilah,takwil menurut al-Jurjani (w. 816 H) adalah mengalihkan kata dari makna lahiriahnya menuju makna lain yang masih dapat difahami maksudnya, yang sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah (At-Ta‘rifât, hlm. 50). Menurut Al-Amidi takwil adalah memberi makna yang bukan makna asalnya menuju makna lain yang masih dapat difahami ertinya,karena adanya dalil yang menghendakinya(Al-Amidi, Al-Ihkâm, III/37; Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 176)
Dari huraian di atas, dapat diketahui sudut perbezaan tafsir dan takwil. Tafsir merujuk kepada makna lahiriah/asal,sedangkan takwil merujuk kepada makna lain yang bukan makna lahiriah/asal,yang masih dapat diterima ayat,berdasarkan dalil (Az-Zuhaili, 2001: 313; Ushama, 2000: 5).
Dengan ringkas An-Nabhani (1994: 290) mengatakan, tafsir merupakan penjelasan apa yang dimaksud oleh kata (bayân al-murâd bi al-lafzh), sedangkan takwil merupakan penjelasan apa yang dimaksud oleh makna (bayân al-murâd bi al-ma’na) (Al-Qattan, 2001: 461).

Contoh tafsir dan takwil:

firman Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 2 yang berbunyi:
lâ rayba fîhi(tidak ada keraguan di dalamnya).Jika diertikan, “lâ syakka fîhi (tidak ada kebimbangan di dalamnya),” maka ini adalah tafsir. Jika diertikan, “tidak ada keraguan di kalangan kaum yang beriman” maka ini adalah takwil (Al-Qurthubi, Al-Jâmi‘ li Ahkâm al-Qur’ân, IV/15-16).
Contoh lain,firman Allah dalam surah al-An’âm [6] ayat 95 yang berbunyi:
yukhrij al-hayya min al-mayyit (Allah mengeluarkan yang hidup dari yang mati). Jika ayat ini diertikan, “Allah mengeluarkan burung (yang bernyawa) dari telur (yang mati/tidak bernyawa),” maka ini tafsir. Jika diertikan Allah mengeluarkan orang Mukmin dari orang kafir atau orang berilmu dari orang bodoh maka ini takwil (Al-Jurjani, At-Ta‘rifât, hlm. 50-51).
Contoh lain,firman Allah dalam surah al-Fajr [89] ayat 14 yang berbunyi:
Inna Rabbaka labil mirshâd (Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi). Jika diertikan, Allah benar-benar mengawasi segala perilaku para hamba-Nya, maka itu adalah tafsir.Jika diertikan, Allah memperingatkan para hamba-Nya yang telah meremehkan dan melalaikan perintah Allah, maka ini adalah takwil (As-Suyuthi, Al-Itqân, I/173). Menurut Az-Zuhaili (2001: 314),di antara contoh takwil ialah taqyîd al-muthlaq (pemberian batasan/syarat pada nash yang mutlak), takhshîsh al-’âmm (pengkhususan nash yang umum),dan perubahan nash umum dari maknanya yang umum ke makna khusus. Az-Zuhaili (2001: 317) lalu memberi contoh takwil Imam Asy-Syafi’i terhadap firman Allah SWT:
"Janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya." (Qs. an-Nûr [24]: 31).Frasa illâ mâ zhahara minhâ asalnya bermakna umum (kecuali yang tampak darinya). Lalu Imam Asy-Syafi’i menakwilkannya dengan, “illâ al-wajh wa al-kaffayn” (kecuali wajah dan dua telapak tangannya).Takwil ini berdasarkan hadis yang dituturkan Aisyah r.a. bahwa Nabi Saw pernah berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar:Hai Asma’, sesungguhnya wanita itu, jika sudah haid, tidak pantas dilihat darinya kecuali ini dan ini (Nabi Saw menunjuk pada wajah dan kedua telapak tangannya). [HR. Abu Dawud].(Lihat Arikel Istimewa Buat Muslimah 12)

Ruang Lingkup Ta’wîl:

Asy-Syaukani, dalam kitab Irsyâd al-Fuhûl halaman 176, menjelaskan bahwa ada 2 (dua) ruang lingkup takwil (majâl al-ta’wîl):
1.Dalam kebanyakan masalah-masalah furû’ (cabang),iaitu dalam nash-nash yang berkaitan dengan hukum-hukum syariat (yang bersifat zhanni).Takwil dalam ruang lingkup ini tidak diperselisihkan lagi bolehnya di kalangan ulama.
2.Dalam masalah-masalah ushûl (pokok),iaitu nash-nash yang berkaitan dengan akidah. Contohnya nash tentang sifat-sifat Allah SWT,bahwa Allah itu mempunyai yad (tangan), wajh (wajah),dan sebagainya (Az-Zuhaili, 2001: 314).Dan takwil pada sudut akidah menurut Asy-Syaukani,terdapat tiga mazhab:
1.Mazhab yang berpendapat bahwa nash tidak boleh ditakwil dan harus difahami secara lahiriahnya/asal.Inilah pendapat Musyabihah (golongan yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk).
2.Mazhab yang berpendapat bahawa nash akidah ada takwilnya, tetapi yang tahu takwilnya hanya Allah saja (Qs. Ali-Imran [3]: 7).Jadi nash tidak boleh ditakwilkan sekaligus tetap memurnikan akidah dari tasybîh (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk) dan ta’thîl (meniadakan sifat-sifat Allah).
3.Mazhab yang berpendapat bahwa nash akidah boleh ditakwilkan.Inilah mazhab al-Maturidiah,Ibn al-Jauzi,dan al-Ghazali.Ibn Burhan memandang mazhab pertama adalah batil,sedangkan madzhab kedua dan ketiga diriwayatkan keberadaannya dari para sahabat.Mazhab kedua disebutnya mazhab salafush shâlih,sedang mazhab ketiga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud,Ibnu Abbas(dalam satu riwayat),dan Ummu Salamah (Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 176; Al-Husaini, Zubdah al-Itqân, hlm. 74-75).

Syarat-Syarat Ta’wîl:

Para ulama ushul telah menetapkan syarat-syarat takwil agar takwil yang dihasilkan dapat diterima (maqbûl) dan sahih. Ada 4 (empat) syarat,iaitu:
1.Takwil yang dihasilkan harus sesuai dengan makna bahasa Arab, makna syariat, atau makna ‘urfi (makna kebiasaan orang Arab).Misalnya,takwil kata qurû’ (dalam Qs. al-Baqarah [2]: 228) dengan erti haid atau suci adalah takwil sahih,kerana sesuai dengan makna bahasa Arab untuk qurû’.Takwil yang tidak sesuai dengan makna bahasa,syariat,atau ‘urfi, tidak boleh diterima (Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 177).
2.Takwil mestilah berdasarkan dalil yang soheh dan râjih (kuat),misalnya mengkhususkan nash umum berdasarkan dalil pengkhusus (takhshîsh),atau memberikan batasan (taqyîd) nash mutlak berdasarkan dalil yang men-taqyîd-kan.Karena itu, takwil yang tanpa dalil,atau dengan dalil tetapi dalilnya marjûh (lemah),atau musawi (sederajat kekuatannya) dengan kata yang ditakwil,tidak boleh diterima (Al-Amidi, Al-Ihkâm, III/38).
3.Kata yang ada memang memungkinkan untuk ditakwil (qâbil li at-ta’wîl).Misalnya, katanya adalah kata umum yang dapat di-takhshîsh,atau kata mutlak yang dapat diberi taqyîd,atau kata yang bermakna hakiki yang dapat diertikan secara makna majazi (metaforis),dan sebagainya.Karena itu,jika takwil dilakukan pada nash khusus (bukan nash umum),tidak diterima (Az-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmi, I/314).
4.Orang yang menakwil memiliki keilmuan yang cukup untuk melakukan takwil (Al-Amidi, Al-Ihkâm, III/38).Karena itu,takwil yang dilakukan orang bodoh (jâhil)dalam bahasa Arab atau ilmu-ilmu syariat (al-ma’ârif al-syar‘îyyah) tidak dapat diterima.Sebab, orang yang hendak melakukan takwil haruslah berkemampuan mujtahid yang memiliki ilmu-ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariat (Az-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, I/314).

Kesimpulannya,Berdasarkan syarat-syarat takwil di atas,kita akan dapat menilai sahih atau tidaknya sesuatu tafsir dan takwil.Jika suatu penakwilan ayat tidak memenuhi syarat-syarat takwil tersebut maka takwil yang dihasilkan adalah tidak sahih dan batil.Misalnya pendapat Muhammad Abduh tentang hakikat malaikat dalam kitabnya Tafsîr al-Manar (I/267-269),yang ditakwilkannya sebagai kecenderungan kebajikan dan kejahatan dalam jiwa manusia (Al-Muhtasib, 1982: 158-159).Juga tidak benar pendapat Al-Maraghi dalam Tafsîr al-Maraghi (X/243-244)tentang burung Ababil yang ditakwilkannya sebagai penyakit campak dan cacar.Juga batil pendapat Al-Maraghi (Tafsîr al-Maraghi, IV/175)yang mengingkari Adam a.s. sebagai Bapak Manusia (Abu al-Basyar)karena dianggapnya berlawanan dengan teori ilmiah modern (Al-Baghdadi, 1988: 10).Semua itu adalah takwil batil,karena tidak ada dalil atau qarînah (indikasi) yang mendasarinya.Ini bukan sekadar kebodohan,tetapi bahkan dapat membawa pada kekufuran.Na’ûzhu billâh min dzâlik!


Rujukan:

1. Al-Amidi, Saifuddin. 1996. Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm. Juz III. Beirut.
2. Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1988. Beberapa Pandangan Mengenai Penafsiran al-Quran (Nazharah fî at-Tafsîr al-’Ashri li al-Qur’ân al-Karîm).
3. Al-Hasan, M. Ali. 1983. Al-Manâr fî ‘Ulûm al-Qurân. ‘Amman: Mathba’ah Asy-Syuruq wa Maktabatuha.
4. Al-Jurjani. t.t. At-Ta’rîfât. Singapura-Jeddah: Al-Haramayn.
5. Al-Husaini, M. bin Alawi al-Maliki. 1983. Zubdah al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Jeddah.
6. Al-Muhtasib, Abdul Majid Abdus Salam. 1982. Ittijâhât at-Tafsîr fî al-’Ashr ar-Râhin. Beirut.
7. Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2001. Studi Ilmu-Ilmu al-Quran (Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân). Terjemahan oleh Mudzakir.
8. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1994. Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah. Juz I. Beirut.
9.1953. Asy-Syakhshiyah Al-Islâmiyah. Juz III. Al-Quds: Mansyurat Hizb Al-Tahrir.
10. As-Suyuthi, Jalaluddin, t.t. Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Juz I. Beirut.
11. Ash-Shabuni, M. Ali. 1983. At-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Beirut: ‘Alam Al-Kutub.
12. Asy-Syaukani, t.t. Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-Ushûl. Beirut.
13. Az-Zarkasyi, Badruddin, t.t. Al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Juz II. Beirut.
14. Az-Zarqani, M. Abdul ‘Azhim, t.t. Manâhil al-’Irfân. Juz II. Beirut.
15. Az-Zuhaili, Wahbah. 2001. Ushûl al-Fiqh al-Islâmi. Juz I. Beirut.
16. Ibnu Taimiyah. 1971. Muqaddimah fî Ushûl at-Tafsîr. Kuwait: Dar al-Qur’an al-Karim.
17. Mustaqim, Abdul. 2003. Madzâhib at-Tafsîr.
18. Ushama, Thameem. 2000. Metodologi Tafsir al-Quran (Methodologies of the Quranic Exegesis).

@-Copyright Control-
Read More...

Ahad, Oktober 19, 2008

FIQIH SUNNAH

Bab Solat.

Turun Sujud..Apakah mendahulukan Turunnya tangan atau Lutut didahulukan.

Sebelum membincangkan permasalahan sujud apakah turunkan tangan dahulu atau lutut dahulu kita seharusnya memahami satu perkara penting.
Apakah turun ke sujud itu meletakkan tangan dulu atau lutut dulu,perkara itu adalah perkara khilafiyah.
Tapi,salah jika ada yang mengatakan “masalah khilafiyah jangan dibahas!”, “jangan menyentuh perkara khilafiyah!”, “jangan sibuk dengan perkara yang diperselisihkan!”.Ini adalah pernyataan yang berbahaya!
Sebab,dalam aspek 'amaliyah,kita sentiasa memerlukan hukum syara’ yang memandu amal kita.Adapun kenyataan bahawa dalam perkara 'amaliyah itu terdapat banyak pendapat, maka tugas kita adalah memilih pendapat yang menurut kita memiliki dalil dan pendalilan yang paling kuat.
Kita memilih satu di antara pendapat-pendapat yang berbeza Agar kita bisa beramal sesuai dengan hukum syara’ yang kita pilih..
Dan agar nanti di yaumul hisab kita mampu memberi hujjah atas amalan yang kita lakukan..


Yang sebenarnya apa yang tidak boleh dilakukan bukanlah membahas perkara-perkara khilafiyah,tapi fanatik terhadap pendapat sendiri dan menganggap bodoh kepada orang yang memiliki pendapat lain. Sikap inilah yang akan menjadi titik awal perpecahan umat.
Ada dikalangan kaum muslim yang sudah sekian lama turun sujud dengan mendahulukan lutut menukar cara solat mereka serta merta dengan turun sujud dengan mendahulukan tangan setelah membaca kitab karangan sheikh Nashruddin Al bani.Hal ini tampak bagus dalam usaha untuk "ittiba'" sunnah rasul S.A.W
Dalil yang menjadi pendirian mereka-mereka yang meletakkan tangan terlebih dahulu adalah hadits dari Abu Hurairah radiyallaahu ‘anhu.
Beliau berkata: rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila salah seorang di antara kamu sujud, maka janganlah berlutut seperti berlututnya unta,maka hendaklah dia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya (diriwayatkan oleh as salaasah)
Dari sini mampu difahami bahwa sujud itu dengan meletakkan tangan dahulu.Menurut Syaikh Nashiruddin Al Bani,hadits ini memiliki syahid(saksi),sehingga mampu dikuatkan atas riwayat lain yang bertentangan.
Tapi,Ash Shon’aniy dalam syarah Bulughul Maram menjelaskan bahawa matan hadits itu maqlub(terbalik),seharusnya berbunyi “hendaklah dia meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya”. Ini juga merupakan pendapat Ibnu Taimiyah.Ibnul Qoyyim juga berpendapat demikian,seraya menjelaskan bahwa unta bila mahu turun dia akan mendahulukan kaki depan sebelum kaki belakang.
Yang menguatkan pendapat terakhir ini adalah hadits dari Abu Hurairah yang juga diriwayatkan dengan matan yang berbeza.Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah,dari Abu Hurairah,
beliau berkata:
"Sesungguhnya Nabi shollallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :Apabila salah seorang di antara kamu sujud,maka mulailah dengan meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan janganlah dia turun seperti turunya unta.
Dari sini diketahui bahwa dari Abu Hurairah ra telah diriwayatkan dua versi hadis yang berbeza.
Atas dasar itu, beberapa ulama menganggap hadis dari Abu Hurairah ra tersebut mudlthorib(matannya kacau sehingga tidak mampu digunakan).Tapi,riwayat dari Abu Hurairah yang paling akhir ditulis ini sebenarnya kuat, kerana bertepatan dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh Wa’il bin Hujr radliyallaahu’anhu,

beliau berkata:
"Aku pernah melihat rasulullaahu shollallaahu ‘alaihi wa sallam apabila baginda sujud,baginda meletakkan kedua lutut baginda sebelum kedua tangan baginda,dan apabila bangun,baginda mengangkat kedua tangan baginda sebelum kedua lutut baginda (diriwayatkan oleh al khomsah, kecuali Ahmad)
Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Ad Daruqudniy,Al Hakim dan Baihaqi dari Anas radliyallaahu’anhu,
Beliau berkata:
"Aku pernah melihat rasulullaahu shollallaahu ‘alaihi wa sallam menunduk untuk sujud,sambil mengucapkan takbir,kedua lutut baginda mendahului kedua tangan baginda. Al Hakim menyatakan bahwa hadis ini memenuhi syarat Al Bukhari dan Muslim.
Maka Atas dasar itu, jumhur ulama berpendapat bahwa turun untuk sujud itu dengan meletakkan lutut terlebih dahulu. Jadi, meskipun ada orang yang solat dengan menurunkan tangan dahulu sepertimana yang dikatakan sebahagian imam yg muktabar maka itu tidak menjadi satu kesalahan bagi mereka.Kerana mereka juga mempunyai nas.Dan adapun orang-orang tua yang tidak pernah pun membaca buku Syaikh Nashirudin Al Bani dan turun sujud seperti kebiasaan yang pernah dilakukan iaitu menurunkan lutut terlebih dahulu maka bukanlah ianya hanya bertaqlid buta semata-mata melainkan mempunyai dalil yang kukuh juga.Maka saya memandang bahwa pendapat orang-orang tua yang mengatakan sedemikian rupa agak kuat dengan dalil yang dikemukakan,meskipun pendapat mereka berkemungkinan salah pada hal lainnya.
Maka,meskipun saya berpendirian sendiri,tetapi tidak mempunyai masalah jika ada yang berbeza dalam hal ini kerana masing-masing punya dalil yang kukuh,
Dan para ulama yang berijtihad,masing-masing mendapat pahala atas usaha keras mereka dalam menyediakan kepada ummat ibadah yang mengikut sunah.(Allahu Muafiq)

maroji’
1. Fiqh Solat Kajian Berbagai Madzhab oleh Wahbah Az Zuhailiy
2. Subulus Salam oleh Ash Shon’aniy
3. Sifat Solat Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam oleh Nashiruddiin Al Albaniy
4. Ringkasan Nailul Author (bushtaanul ahbar) oleh Faishol bin Abdul ‘Aziz Al Mubarak
@-Copyright Control-
Read More...

Khamis, Oktober 09, 2008

CINTA ISLAMI..HUKUM MENJADI DASARNYA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..


Dah hampir seminggu rasanya tak mencoret apa-apa disini untuk dikongsi dengan sahabat-sahabat sekalian.Ramai jugak yang merungut.Kemanala perginya tuan punya Blog ni..Sunyi sepi je..Apapun sahabat_islam mengucapkan jutaan terima kasih kepada semua sahabat-sahabat yang sudi mengimarahkan dakwah di alam siber ni dan juga atas semangat yang kalian berikan untuk sahabat_islam terus berkongsi idea,sedikit Ilmu yang ada dan jugak pengalaman disini.Semoga Allah membalas jasa baik kalian dengan ganjaran yang terbaik.Atas permintaan beberapa sahabat Insyaallah kali ni ada bingkisan terbaru untuk tatapan anda.Mudah mudahan ianya bermanfaat untuk kita semua.Terimalah Hadiah Kecil ini..Cinta Islami Dapat Merasai Hukum Allah.




Apabila menyebut soal cinta,Perkara pertama yang difikirkan seseorang adalah kepada lelaki dan wanita yang sedang dilamun cinta.Bahkan kebanyakan orang menyempitkan pemikiran mereka dengan bertanggapan negatif terhadap cinta. Kononnya cinta membawa kepada gejala dosa dan maksiat.Yang tergambar didalam pemikiran mereka adalah budaya Couple yang menjurus kearah maksiat.Bermula dari cinta Monyet di alam persekolahan sehinggalah Cinta remaja yang berakhir tanpa ikatan perkahwinan..Inilah tanggapan sesetengah orang terhadap Cinta..Adakah tanggapan itu benar?

Bagi mereka yang inginkan Cinta yang suci Timbul pulak beberapa persoalan berkaitan cinta yang islami.Antaranya adakah islam membenarkan umatnya bercinta?Bagaimana percintaan didalam islam.Salahkah didalam islam andai sebelum berkahwin kita jatuh cinta..?
Persoalan-persoalan inilah yang selalu ditimbulkan.Insyaallah dengan sedikit Ilmu yang ada melalui pembacaan dan pengalaman.Sahabat_islam akan cuba rungkaikan satu persatu..

Realitinya,Ramai orang yang bercinta dikalangan lelaki dan wanita tidak menghasilkan kebahagiaan sehingga ke akhir hayat walaupun keikhlasan menjadi akar percintaan mereka. Hanya sedikit sahaja orang yang bercinta membawa kepada kebahagiaan yang hakiki. Jurang kedua-dua ini menunjukkan bahawa cinta itu suci tetapi dicemari oleh keimanan yang lemah.

Cinta seharusnya tidak disempitkan skopnya. Bahkan tiada salahnya percintaan diantara lelaki dengan wanita.Dan sememangnya telah menjadi Fitrah yang telah diqadarkan didalam diri seorang lelaki untuk menyintai seorang wanita dan begitu jugaklah sebaliknya.Islam mensyariatkan perkahwinan juga adalah untuk menghalalkan percintaan dan perhubungan antara lelaki dan wanita.Bukankah terdapat sebuah hadith yang menyebut bahawa tujuh golongan yang dilindungan arasy yang salah satunya ialah pasangan yang bercinta, bertemu dan berpisah kerana Allah?

Sebenarnya cinta seseorang sama ada terhadap wanita, keluarga, harta, mahupun negara ada kaitannya dengan Allah dan Rasulullah s.a.w. Walau apapun bentuk cinta seseorang, mestilah kerana Allah dan rasul-Nya. Cintanya kerana kehendak Allah dan mengikut sunnah Rasulullah s.a.w. Meskipun seseorang lelaki bercinta dengan wanita, dia tetap menghormati larangan Allah lalu dia tidak berdua-duaan. Dia memuliakan wanita tersebut kerana Rasulullah s.a.w. memuliakan wanita lalu tidak mahu merosakkan maruahnya. Mereka menyedari hukuman Allah. Inilah cinta sejati yang dituntut oleh islam.Meletakkan cintanya diatas landasan yang betul.

Tetapi semua itu tidak berlaku pada zaman ini, mereka bercinta bukan kerana Allah dan Rasulullah s.a.w. tetapi kerana nafsu dan syaitan.Cinta mereka tidak didasari dengan agama.Cinta mereka menggelapkan mata dan hati mereka untuk melihat hukum hukum Allah. Oleh sebab itulah pada saat kemuncak percintaan mereka akan berlaku perkara yang tidak diingini.Si lelaki inginkan si gadis membuktikan keikhlasan percintaan mereka dengan menyerahkan tubuhnya dan si gadis menyerahkan tubuhnya kerana ingin si lelaki tahu bahawa dia benar-benar ikhlas dalam percintaan.Inilah Percintaan yang rosak pada hari ini.


Hakikatnya mereka bukan bercinta tetapi berniat jahat menzalimi diri sendiri dan menganiaya orang lain. Cinta yang dilafazkan mempunyai kepentingan peribadi. Sedangkan wanita itu tertipu kerana kejujuran cintanya. Tetapi cintanya itu tidak kerana Allah dan rasul-Nya.

Oleh hal yang demikian, umat Islam perlu akur dengan perintah Allah ini kerana sesuatu yang disuruh ada faedahnya. Sebaliknya sesuatu yang dilarang ada manfaatnya kepada mereka. Jika manusia mengikutnya, pasti mereka beroleh ke selamatan dan kebahagiaan.
Begitu juga halnya kalau kita mencintai harta dan segala milik kita di dunia ini, sewajarnya dipelihara sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan yang ditunjukkan oleh Rasulullah. Dalam hal ini Allah memerintahkan manusia membayar zakat. Oleh sebab itu, walaupun terlalu cinta pada harta, mereka tetap kena mengeluarkan zakat dan membantu orang yang susah.

Kalau umat Islam dan manusia sejagat dapat meletakkan cinta pada tahap yang disebut di atas, pasti mereka akan taat kepada Allah pada semua perintah Allah. Dalam masa yang sama mereka tidak akan melakukan dosa dan maksiat sama ada sewaktu berada di tempat gelap, apatah lagi jika berada di khalayak ramai.Islam tidak menyekat umatnya untuk bercinta..akan tetapi dasarilah cinta itu dengan cinta kepada Allah dan rasulnya.Andai kita cinta kepada Allah dan rasulnya kita akan kenal hukum yang diberati keatas kita.maka cintalah kepada apa sahaja pun insyaallah kita tidak akan tergelincir.

Orang yang meletakkan cinta di tahap itu bererti mereka benar-benar cinta kepada Allah dan rasul-Nya. Hakikat inilah yang perlu difahami oleh umat Islam dan manusia seluruhnya.Inilah cinta sebenar yang membentuk kita supaya tahu bagaimana membezakan diantara ikhlas dan benarnya cinta kita mengikut syara' dan diantara ikhlas tetapi jalan menujunya tidak benar.

Dalam hal ini jika seseorang itu bercinta tetapi tidak merasai kewujudan Allah lalu membelakangkan hukum Allah, mereka bukanlah orang yang beriman. Inilah barangkali yang dikatakan "cinta itu buta", mereka tidak dapat melihat pencipta alam walaupun dia mengagumi alam itu.

Kesimpulannya..Cinta adalah fitrah yang telah diqadarkan oleh Allah kepada setiap manusia.Walau kepada siapa dan apa yang kita cintai janganlah kita dahulukan ianya dari cinta kita kepada Allah.Cinta kepada Allah dan rasulnya bukanlah bererti kita perlu meninggalkan cinta kepada makhluk.inilah yang harus difahami.Islam tidak menghalang umatnya untuk bercinta.Cukuplah jika kita fahami jalannya menujunya.Cinta yang suci adalah cinta yang didasari cinta kepada Allah dan Rasulnya.Berilah apa sahaja persoalan kepada kita tentang cinta..Insyaallah kita tahu jawapannya.
Kepada sahabat-sahabat yang telah pergi terlalu jauh dalam percintaan yang tidak didasari dengan cinta kepada pencipta..masih punya masa untuk anda!

@-Copyright Control-
Read More...