KOLEKSI SAHABAT_ISLAM (KLIK SAHAJA)

DARI PENA SAHABAT_ISLAM


Salam Ukhuwah dari sahabat_Islam

Untuk Pengetahuan Semua tujuan blog ini diwujudkan adalah sekadar berkongsi sedikit ilmu,pengalaman dan idea kepada sahabat-sahabat sekalian.Mudah mudahan percambahan pemikiran dan luasnya pengalaman sahabat-sahabat sekalian dapat dikongsikan disini.
Apa yang diharapkan adalah blog ini mampu menjadi sebahagian daripada koleksi ilmiah yang mampu memberikan manfaat kepada sahabat-sahabat sekalian walaupun hanya sedikit.Apa yang ingin ditegaskan disini adalah sekiranya apa jua isi kandungan blog ini dilihat menyimpang dari 4 sumber syara' yang telah disepakati maka sahabat-sahabat sekalian wajiblah menolaknya.Andai ianya bertepatan dengan syara' maka manfaatkanlah.
Janganlah melihat kepada siapa yang berkata akan tetapi lihatlah kepada apa yang dikatakan olehnya.andai ianya benar menurut pandangan syara' maka benarlah juga menurut pandangan kita.Mudah mudahan islam menjadi perkara teras dalam kehidupan kita dan segala penyimpangan darinya mampu kita jauhi.Tiada apa yg terbaik melainkan mengikuti semua perintah Allah dan rasulnya tanpa mengurangi dan menambahnya walaupun sedikit.

wallahu a'lam..

ADIK DAN PALESTIN..

ADIK DAN PALESTIN..
Karya yang hebat..Semoga ianya menjadi peringatan kepada kita semua yang darah saudara kita bukan murah..Ya Allah semoga kaum muslimin sedar akan tanggungjawab mereka..

NUR AMANA..MUSNAH KERANA CINTA

NUR AMANA..MUSNAH KERANA CINTA
Sebuah Cerpen Hebat..Semoga Allah Memberikan yang terbaik kepada Penulisnya.. Seorang Gadis manis yang punya didikan agama musnah dek kerana sistem sekuler yang bermaharajalela..

CERPEN:"Serikandi Agama Mujahidah sejati"

CERPEN:"Serikandi Agama Mujahidah sejati"
Bingkisan Kecil Buat pengunjung Blog sahabat_islam.Semoga akan lahir mujahid dan mujahidah sejati daripada serikandi agama yang Kukuh Akidahnya,mantap ukhuwahnya dan Hebat perjuangannya

Selasa, September 09, 2008

ISTIMEWA BUAT MUSLIMAH (12)

Aurat Muslimah


Aurat Dan Pakaian Muslimah


Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampur adukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeza-beza.
Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.
Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), iaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah persendirian, atau tempat Kediaman lainnya.
Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), iaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.



a. Batasan Aurat Wanita:-Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma sehelai. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).
Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316).Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh dinampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian sahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, iaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan kerana sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haid) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud].
Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, iaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

b. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus:-Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi auratnya, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur [24]: 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) [HR. Abu Dawud].
Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula seluar panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat,iaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, mahupun macamnya.Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu nipis/jarang sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwasanya Asma’ binti Abu bakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian nipis/jarang, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda:
“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haid) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” [HR. Abu Dawud].
Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang nipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, iaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanya oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” [HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441] (Al-Albani, 2001 : 135).
Qibtiyah adalah sehelai kain nipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bahagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda:
“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”
Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup,iaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak nipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di sebaliknya.

c. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum:-Pembahasan Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampur adukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampur adukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di tempat umum, atau di sekolah, pasar, kampus, pejabat, dan sebagainya.
Mengapa?
Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya seluar panjang, atau baju potong, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di tempat umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutup aurat.Seorang wanita yang mengenakan seluar panjang atau baju potong memang dapat menutupi aurat. Namun tidak bererti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan lelaki yang bukan mahramnya, kerana dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menampakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi lelaki asing/bukan mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua),
iaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) iaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, tempat umum, kebun, atau di pasar.

Apakah pengertian jilbab?

Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diertikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dipakai di atas pakaian dalam, seperti milhafah (baju labuh/baju yang menutupi kepala sampai kebawah), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain labuh (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di dalamnya masih ada pakaian yg dipakai didalam rumah, seperti daster,Bukan terus kepada pakaian dalam,lalu dihulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.Untuk baju atas, disyariatkan khimar, iaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar ke pasar-pasar atau berjalan melalui tempat umum (An-Nabhani, 1990 : 48).
Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju kepasar atau berjalan di tempat umum, iaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa sekalipun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, kerana tidak ada dalil yang mengkhususkannya.Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, kerana firman Allah SWT mengenai pakaian bahagian atas (khimar/kerudung):
“Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).
Dan kerana firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab):
“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata:
“Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju solat 'Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab:
‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!’” [Muttafaqun ‘alaihi] (Al-Albani, 2001 : 82).
Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut apabila seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini ditegaskan lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni jika seorang wanita tidak mempunyai jilbab —untuk keluar solat 'Ied (kehidupan umum)— maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim).Andai sekiranya hukum ini tidak wajib, nescaya Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terjulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan:
“yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengjulurkan jilbab-jilbab mereka).Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini —yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— ini diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda:
“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” [HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih] (Al-Albani, 2001 : 89).
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah —iaitu jilbab— telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.Bererti jilbab adalah labuh, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak akan terjulur sampai kebawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “[/i]yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina[/i]” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi ertinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).

3. Penutup Dari penjelasan di atas jelas bahawa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju labuh yang longgar yang terjulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam al-Qur’an.Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai kebawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah..

wallahua'lam..

@-Copyrigt Control-

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

KEPADA SAHABAT-SAHABAT SEKALIAN..DIHARAPKAN KOMEN ANDA ADALAH KOMEN YANG MAMPU MENINGKATKAN KEKUATAN DAN SEMANGAT PENULIS UNTUK TERUS BERDAKWAH.JAZAKALLAH ATAS KESUDIAN KALIAN MENG'IMARAHKAN PERJUANGAN INI.SALAM UKHUWAH.sahabat_islam